Jeremy Bentham |
Aliran utilitis atau utilitarianisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi, baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum bergantung pada, apakah hukum tersebut memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan ini selayaknya dapat dirasakan oleh setiap individu. Akan tetapi, jika tidak mungkin tercapai, maka diupayakan agar kebahagiaan itu dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat (bangsa).[1]
Menurut Jeremy Bentham, tujuan hukum dan wujud keadilan adalah untuk mewujudkan "the greatest happiness of the greatest number" (mewujudkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang. Lebih lanjut, menurut Rudolf van Jhering, tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan. Kepentingan-kepentingan yang dimaksud sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan, tetapi kepentingan individu dijadikan sebagai bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang dengan kepentingan-kepentingan orang lain. [2]
Selain kedua tokoh tersebut di atas, John Stuart Mill juga mengemukakan “actions are right in proportion as they tend to promote man’s happiness, and worng as they tend to promote the reserve of happiness”. Yang dapat diartikan bahwa tindakan-tindakan hendaknya ditujukan terhadap pencapaian kebahagiaan dan keliru jika ia menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan.[3]
Referensi
[1] Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995, hlm. 117.
[2] Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Edisi Kedua), Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2008, hlm.204.
[3] Ibid., hlm. 207.
Menurut Jeremy Bentham, tujuan hukum dan wujud keadilan adalah untuk mewujudkan "the greatest happiness of the greatest number" (mewujudkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang. Lebih lanjut, menurut Rudolf van Jhering, tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan. Kepentingan-kepentingan yang dimaksud sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan, tetapi kepentingan individu dijadikan sebagai bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang dengan kepentingan-kepentingan orang lain. [2]
Selain kedua tokoh tersebut di atas, John Stuart Mill juga mengemukakan “actions are right in proportion as they tend to promote man’s happiness, and worng as they tend to promote the reserve of happiness”. Yang dapat diartikan bahwa tindakan-tindakan hendaknya ditujukan terhadap pencapaian kebahagiaan dan keliru jika ia menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan.[3]
Referensi
[1] Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995, hlm. 117.
[2] Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Edisi Kedua), Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2008, hlm.204.
[3] Ibid., hlm. 207.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar