Menurut Dragan Milanovic, gerakan studi hukum kritis (critical legal study) adalah teori hukum yang terletak antara teori hukum sociological jurisprudence dan teori hukum legal realism. Gerakan ini sejak tahun 1977 yang melakukan kritik terhadap institusi formal hukum dan pertanyaan kritisnya adalah “apakah betul aparat penegak hukum itu netral?”. Menurut Howard Davies dan David Holdcroft, gerakan studi hukum kritis adalah spesies dari skeptisme radikal (radical scepticism).[1]
Selain itu, menurut Ian McLeod, gerakan studi hukum kritis merupakan aspek dari gerakan intelektual yang disebut “post-modernisme”. Gerakan ini berpendapat bahwa sistem hukum dan penegak hukum merupakan produk dari lingkungan sosial (products of the social environment) yang menghasilkan hukum tersebut. Konsekuensinya adalah objektivitas itu tidak mungkin (objectivity is impossible).[2]
Kaum post-modern bila membahas tentang masyarakat dan peranan hukum dalam masyarakat biasanya mengkritisi terhadap formaslisme, essensialisme, statisme. Utopianisme, dan bahkan demokrasi. Teori kritis, baik yang estetik maupun etik berusaha menyumbangkan ide-ide fundamental tentang kebenaran baik yang ditemukan dalam konsepsi-konsepsi transendental tentang kebenaran maupun terhadap penerimaan terhadap tempat/posisi diri di tengah suatu analisis. Adapun pokok bahasan post-modern berkaitan dengan analisa tentang:[3]
1. Individu sebagai agen moral;
2. Orang sebagai penyandang hak dan kewajiban; dan
3. Individu sebagai pemain dalam sistem hukum.
Referensi
[1] Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum (Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 130.
[2] Ibid.
[3] Ibid., hlm. 131.
Selain itu, menurut Ian McLeod, gerakan studi hukum kritis merupakan aspek dari gerakan intelektual yang disebut “post-modernisme”. Gerakan ini berpendapat bahwa sistem hukum dan penegak hukum merupakan produk dari lingkungan sosial (products of the social environment) yang menghasilkan hukum tersebut. Konsekuensinya adalah objektivitas itu tidak mungkin (objectivity is impossible).[2]
Kaum post-modern bila membahas tentang masyarakat dan peranan hukum dalam masyarakat biasanya mengkritisi terhadap formaslisme, essensialisme, statisme. Utopianisme, dan bahkan demokrasi. Teori kritis, baik yang estetik maupun etik berusaha menyumbangkan ide-ide fundamental tentang kebenaran baik yang ditemukan dalam konsepsi-konsepsi transendental tentang kebenaran maupun terhadap penerimaan terhadap tempat/posisi diri di tengah suatu analisis. Adapun pokok bahasan post-modern berkaitan dengan analisa tentang:[3]
1. Individu sebagai agen moral;
2. Orang sebagai penyandang hak dan kewajiban; dan
3. Individu sebagai pemain dalam sistem hukum.
Referensi
[1] Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum (Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 130.
[2] Ibid.
[3] Ibid., hlm. 131.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar