Karl Friedrich von Savigny |
Inti ajaran historisme atau aliran sejarah adalah bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari jiwa rakyat yang oleh murid Savigny yaitu G. Puchta dinamainya Volkgeist; hukum tumbuh bersama-sama dengan kekuatan dari rakyat, dan pada akhirnya ia mati jika bangsa itu kehilangan kebangsaannya. Ucapan Savigny yang terkenal adalah “des Recht vird nicht gemacht, es ist un wird mes dem Volke”.
Dengan demikian, penganut historisme menolak pandangan bahwa hukum itu dibuat. Bagi mereka, hukum itu ditemukan dalam masyarakat. Mereka jelas sangat mengagumkan masa lampau. Terdapat hubungan organis antara hukum jiwa rakyat. Hukum yang benar-benar hidup hanyalah hukum kebiasaan. Ciri khas adalah ketidakpercayaan pada pembuat undang-undang, serta ketidakpercayaan pada kodifikasi.
Salah satu kritik terhadap ajaran historis ini adalah karena memberikan nilai yang terlalu tinggi terhadap jiwa bangsa sebagai sumber hukum. Padahal “ukuran jiwa bangsa” di dalam suatu masyarakat modern yang kompleks sangatlah abstrak dan sukar didefinisikan. Selain itu, iklim globalisasi sudah semakin menyulitkan bagi kita untuk membuat ukuran jiwa bangsa.
Dengan demikian, penganut historisme menolak pandangan bahwa hukum itu dibuat. Bagi mereka, hukum itu ditemukan dalam masyarakat. Mereka jelas sangat mengagumkan masa lampau. Terdapat hubungan organis antara hukum jiwa rakyat. Hukum yang benar-benar hidup hanyalah hukum kebiasaan. Ciri khas adalah ketidakpercayaan pada pembuat undang-undang, serta ketidakpercayaan pada kodifikasi.
Salah satu kritik terhadap ajaran historis ini adalah karena memberikan nilai yang terlalu tinggi terhadap jiwa bangsa sebagai sumber hukum. Padahal “ukuran jiwa bangsa” di dalam suatu masyarakat modern yang kompleks sangatlah abstrak dan sukar didefinisikan. Selain itu, iklim globalisasi sudah semakin menyulitkan bagi kita untuk membuat ukuran jiwa bangsa.
Referensi
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum (Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 114-115.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar