Selasa, 04 Desember 2012

Aliran Pemikiran Hukum: Realis

A. Realisme Hukum 
Aliran realis di bidang hukum tumbuh dari aliran realis dalam pemikiran filsafat umum. Aliran realis berkembang dari ajaran James dan Dewey. James dikenal sebagai pencetus teori pragmatis, suatu filsafat positif yang menolak “sistem tertutup dan berlaku absolut dan asli” dan beralih pada pandangan tentang “fakta-fakta, tindakan, dan kekuasaan (powers)”. Ini mengandung arti bahwa dimungkinkannya untuk melawan hal-hal yang sifatnya dogmatik, artifisial, dan menganggap ada kebenaran mutlak. Sedangkan, esensi ajaran Dewey adalah memandang pentingnya studi empiris yang didasarkan pada penyelidikan probabilitas/kemungkinan.

Dari kedua ide pakar realisme tersebut di atas, menimbulkan pemikiran realis khusus di bidang hukum, yang pada dasarnya dapat dibedakan antara realisme Amerika Serikat dan realisme Skandinavia. Para yuris yang beraliran realis pada umumnya berpendapat bahwa hukum yang sesungguhnya dibangun dari suatu studi tentang hukum dalam pelaksanaannya (the law in action). Bagi penganut realisme yuridis, “law is as law does”.[1]

Karakteristik dari pendekatan yang digunakan oleh kaum realis yuridis terhadap masalah-masalah hukum, adalah:[2]
  1. Suatu investigasi ke dalam unsur-unsur khas yang terdapat dalam kasus-kasus hukum;
  2. Suatu kesadaran tentang faktor-faktor irasional dan tidak logis di dalam proses lahirnya putusan pengadilan;
  3. Suatu penilaian terhadap aturan-aturan hukum melalui evaluasi terhadap konsekuensi penerapan aturan hukum itu;
  4. Memperlihatkan hukum dalam kaitannya dengan faktor politik, ekonomi, dan lain-lain.

B. Realisme Amerika Serikat
Oliver Wendell Holmes
Sebagaimana dikatakan oleh Oliver Wendell Holmes Jr., dugaan-dugaan tentang apa yang diputuskan oleh pengadilan itulah yang disebut dengan hukum. Pendapat Holmes ini menggambarkan secara tepat pandangan realis Amerika yang pragmatis.

Pendekatan pragmatis tidak percaya pada bekerjanya hukum menurut ketentuan-ketentuan hukum di atas kertas. Hukum bekerja mengikuti persitiwa-peristiwa konkret yang muncul. Oleh karena itu, dalil-dalil hukum yang universal harus diganti dengan logika yang fleksibel dan eksperimental sifatnya. Hukum pun tidak mungkin bekerja menurut disiplinnya sendiri. Perlu ada pendekatan interdisipliner dengan memanfaatkan ilmu-ilmu seperti ekonomi, sosilogi, kriminologi, dan psikologi. Dengan penyelidikan terhadap faktor sosial berdasarkan pendekatan tersebut dapat disinkronkan antara apa yang dikehendaki hukum dan fakta –fakta (realita) kehidupan sosial. Semua itu diarahkan agar hukum dapat bekerja secara lebih efektif.[3]

Sumber hukum utama aliran ini adalah putusan hakim, sebagaimana diungkapkan oleh John Chipman Gray: “All the law is judge made law”, semua yang dimaksudkan dengan hukum adalah putusan hakim. Hakim lebih sebagai penemu hukum dari pada pembuat hukum yang mengandalkan peraturan perundang-undangan.[4]

C. Realisme Skandinavia
Aliran Realisme Skandinavia bersama-sama dengan Aliran Realisme Amerika Serikat merupakan suatu penolakan umum terhadap “das sollen” (“the ought”) dalam studi hukum dan juga menolak spekulasi metafisik dalam penyelidikan kenyataan-kenyataan dari sistem hukum. Akan tetapi, berbeda dengan Realisme Amerika Serikat, maka Realisme Skandinavia lebih menitikberatkan perhatiannya pada aspek-aspek perilaku hakim dari pada pertanyaan-pertanyaan tentang hukum yang tumbuh dari perhatian pada sifat hak-hak dan kewajiban-kewajiban subjek subjek hukum.[5]

Filsafat dasar dari Realisme Skandinavia adalah suatu penolakan dari konsep “kejiwaan”; fenomena mental, demikian mereka sebutkan yang tidak lebih dari pada reaksi-reaksi otak. Mereka mengistilahkannya dengan “ideas” yaitu hanya rasionalisasi tentang eksistensi objektif belaka; berekspresi verbal belaka tentang reaksi-reaksi terhadap kenyataan-kenyataan eksternal dan lingkungannya.[6]

Referensi

[1] Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum (Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm 124.
[2] Ibid. hlm. 125.
[3] Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995, hlm. 136.
[4] Ibid,
[5] Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat...., Op.Cit., hlm. 129.
[6] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar