Jumat, 31 Mei 2013

Kertas LP2KI Nasional 2013

Latar Belakang

Kegiatan ilmiah mahasiswa khususnya di bidang karya tulis semakin berkembang. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya beberapa kompetisi, baik ditingkat kampus, regional, maupun nasional. Seiring dengan perkembangan itu pulalah, maka pada tahun 2007 dibentuklah lembaga penulisan ilmiah dalam lingkup Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang diberi nama Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah (LP2KI). Pendirian LP2KI dipelopori oleh tujuh mahasiswa berprestasi yaitu Resha Agriansyah, Wardani Rezkianti, Sari Damayanti, Habibi Kaharuddin, M. Solihin, Iustika Puspitasari, dan Rafikah Faharuddin. Dan untuk pertama kali diputuskan Resha Agriansyah sebagai Ketua Umum pertama.

Setelah LP2KI dibentuk, berbagai program kerja dicanangkan setiap tahunnya oleh masing-masing periode kepengurusan. Dan kompetisi di bidang karya tulis adalah program yang rutin dilakukan dengan konsep yang berbeda-beda. Hal ini bergantung pada kreativitas pengurusnya.

Di tahun 2009 LP2KI untuk pertama kali mengadakan Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Piala Bergilir Mahkamah Agung tingkat Nasional. Kemudian tahun 2010, LP2KI tidak lagi menyelenggarakan LKTM Piala Mahkamah Agung, karena pada tahun 2009 di juarai oleh Delegasi Universitas Indonesia. Dan Menurut aturan main, siapa yang menjadi pemenang, maka ditahun berikutnya akan menjadi tuan rumah penyelenggara. Hingga pada akhirnya, tahun 2010 tersebut, LP2KI memutuskan untuk mengadakan Paper Contest dan Workshop penulisan tingkat nasional.

Periode kepengurusan berikutnya yakni di tahun 2011, pengurus mencoba untuk berpikir lebih kreatif untuk membuat sebuah konsep kompetisi karya tulis ilmiah yang baru. Konsep ini diharapkan menjadi kompetisi rutin yang diselenggarakan pengurus LP2KI di tahun-tahun berikutnya. Mengingat LKTM Piala Mahkamah Agung tidak rutin diselenggarakan oleh LP2KI, karena penyelenggara berikutnya adalah pemenang lomba.

Hingga pada akhirnya, kata KERTAS lahir yang merupakan akronim dari Kompetisi Esai dan Karya Tulis Mahasiswa. Kompetisi ini mengadakan dua kompetisi sekaligus yaitu esai yang dikategorikan sebagai perwakilan tulisan semi-ilmiah dan karya tulis yang mewakili karya ilmiah itu sendiri. Esai dimasukkan di kompetisi ini melihat kondisi di tahun 2011, esai adalah tulisan yang populer, yang meskipun menggunakan tutur yang ringan, namun memiliki solusi yang sangat spektakuler yang sangat berguna untuk kemajuan bangsa dan negara.

KERTAS LP2KI Nasional 2011 yang mengadakan dua kompetisi sekaligus, juga memperebutkan dua piala utama bergilir. Piala yang diperebutkan pada kompetisi esai dinamakan Piala Laica Marsuki dan untuk piala kompetisi karya tulis dinamakan Piala Baharuddin Lopa. Kedua tokoh tersebut merupakan panutan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, karena kiprahnya pada penegakan hukum di Indonesia.

Animo yang sangat besar dari mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di Indonesia terhadap penyelenggaraan KERTAS LP2KI Nasional 2011 sebagai kompetisi yang baru semakin memperbesar tekad LP2KI untuk menjadikan KERTAS LPKI sebagai agenda rutin sebagaimana rencana awalnya. Pada penyelenggaraan pertama ,KERTAS LP2KI membatasi ruang lingkup tema di bidang hukum, namun tidak membatasi kepada siapapun mahasiswa strata-1 yang ikut berkompetisi. Apakah dia berasal dari disiplin ilmu hukum, ilmu sosial secara lebih luas, ataupun mahasiswa sains. Bagi LP2KI yang terpenting adalah pemikiran dan tulisannya. Dan tidak tertutup kemungkinan, di tahun-tahun berikutnya tema KERTAS LP2KI tidak hanya mencakup hukum saja, tetapi memiliki ruang lingkup yang sangat luas.

Di Tahun 2013 ini, LP2KI memperlihatkan eksistensi KERTAS sebagai kompetisi tahunan yang rutin dengan kembali mengadakan kompetisi tersebut. Di tahun 2012, kompetisi ini tidak sempat diselenggarakan karena LP2KI FH-UH kembali menjadi tuan rumah penyelenggara LKTM Piala Mahkamah Agung.

KERTAS LP2KI Nasional 2013 kini dipersiapkan oleh Kepengurusan LP2KI FH-UH dengan konsep dan tema yang berbeda.

Untuk mengunduh Pedoman KERTAS Nasional 2013

Selasa, 07 Mei 2013

Macpherson: Teori Hak Milik

Macpherson membedakan kepemilikan menjadi tiga, yaitu:
a. Milik Pribadi,
b. Milik Umum, dan
c. Milik Negara.
--------------------------
Milik Umum bersubstansi sama dengan konsep “milik pribadi”, yaitu klaim-klaim yang dapat dipaksakan yang dipunyai oleh pribadi-pribadi atas kegunaan dan manfaat suatu benda. Penetapan jalan raya, taman-taman umum sebagai “milik umum” oleh negara, dimaksudkan agar ada jaminan bagi setiap orang untuk menikmati kegunaan barang-barang “milik umum” tersebut. 

Penciptaan hak oleh negara tidaklah membuat hak itu menjadi milik negara tersebut. Dengan demikian sasaran akhir dari konsep “milik umum” dan “milik pribadi” secara substansial memiliki kesamaan, yakni agar setiap orang tetap dapat memperoleh manfaat atas suatu benda. 

Milik negara (state property) justru tidak memberikan kepada warganegara secara perorangan suatu hak langsung untuk menikmati kegunaan, atau suatu hak untuk tidak dikesampingkan dari usaha untuk menikmati benda-benda yang dikuasai oleh negara yang bertindak sebagai suatu lembaga. Misalnya, perusahaan penerbangan Perancis dan Inggris tidak dengan begitu saja dapat dinikmati oleh semua warganegara di negeri-negeri itu. Dengan demikian, milik negara bukan suatu milik umum dan bukan suatu hak pribadi yang tidak boleh dikesampingkan.

Minggu, 05 Mei 2013

Perbedaan Pasal 570 BW dengan Pasal 20 UUPA Mengenai Hak Milik

Guna menarik kesimpulan mengenai perbedaan konsepsi Hak Milik berdasarkan Pasal 570 BW dengan Pasal 20 UUPA, maka terlebih dahulu perlu diketahui mengenai isi ketentuan dari masing-masing pasal tersebut.

Pasal 570 BW menentukan, bahwa:
"Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang – undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak – hak orang lain; kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang –undang dan dengan pembayaran ganti rugi."

Di sisi lain, Pasal 20 UUPA menentukan, bahwa:

  1. Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
  2. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pasal 6 yang dimaksudkan adalah “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial

Dalam Penjelasan Umum UUPA diuraikan bahwa fungsi sosial itu sendiri, bermakna:

“Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam pada itu ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat).

Undang-Undang Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan-kepentingan perseorangan. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok : kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya [pasal 2 ayat (3)].

Berhubung dengan fungsi sosialnya, maka adalah suatu hal yang sewajarnya bahwa tanah itu harus dipelihara baik-baik, agar bertambah kesuburannya serta dicegah kerusakannya. Kewajiban memelihara tanah ini tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi beban pula dari setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah itu (Pasal 15). Dalam melaksanakan ketentuan ini akan diperhatikan kepentingan pihak yang ekonomis lemah.” 


Berdasarkan isi dari ketentuan Pasal 570 BW, maka dapat ditarik unsur-unsurnya yang juga sekaligus dapat dibandingkan dengan Pasal 20 UUPA.

a. Hak untuk menggunakan benda dengan leluasa, asal tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.

Pasal 570 BW mengisyaratkan bahwa semua yang memegang hak milik berhak melakukan apapun di atas alas hak tersebut, kecuali ditentukan lain oleh peraturan yang sah. Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria termasuk kategori peraturan yang dalam hal ini, disahkan dan diundangkan pada tanggal 24 September 1960.

Klausa “leluasa, asal tidak melanggar aturan” juga ditemukan di Pasal 20 UUPA. Hal ini tidak tercantum secara eksplisit, karena bunyi pasal tersebut mengharuskan kita melihat lagi aturan Pasal 6 yang mengatur mengenai fungsi sosial tanah. Telah disebutkan di atas bahwa memori penjelasan rancangan UUPA secara panjang lebar menguraikan mengenai fungsi sosial tanah agar pemegang hak milik tetap menghormati hak orang lain, dan tetap memperhatikan kondisi sosial masyarakat agar terjadi pemerataan kesejahteraan.

Pengelolaan bumi, air dan ruang angkasa sebagai pengertian agraria dalam arti luas, harus mengutamakan kepentingan bersama. Bagaimanapun juga, kemerdekaan, sumber daya alam dan potensi yang ada di Indonesia adalah milik seluruh bangsa Indonesia pula. Seluruh elemen akan saling bersinergi dengan baik jika fungsi sosial tanah ini ditaati dengan sepenuhnya.

b. Tidak mengganggu hak orang lain.

Substansi dari ketentuan ini bahwa di atas hak kita terdapat hak orang lain. Mirip dengan fungsi sosial dari tanah yang tersirat dalam Pasal 20.

c. Pencabutan Hak dapat Dilakukan Jika Melanggar Peraturan dan Melanggar Ketentuan Umum

Persoalan pencabutan hak milik yang disebut di UUPA tidak ditemukan di Pasal 20. Ayat (2) Pasal 20 UUPA hanya menyebutkan “hak milik dapat beralih dan dapat dialihkan…”. Pencabutan hak tercantum di UUPA, tetapi bukan di pasal 20, melainkan di pasal 18.

d. Dapat dilakukan ganti rugi

Ganti rugi yang dimaksud adalah ketika suatu hak milik beralih ke pihak lain dengan kondisi bukan karena warisan. Karena, jika suatu tanah hak milik diwariskan, maka tidak ada ganti kerugian. Kematian adalah syarat mutlak pengalihak hak milik secara waris, dan pemegang waris tidak diberi ganti rugi. Ganti rugi dapat diberikan dalam hal peralihan hak karena suatu tanah digunakan untuk pelebaran jalan, pembangunan fasilitas negara berupa gedung, dan lain sebagainya.

Pasal 20 UUPA tidak memuat ketentuan mengenai ganti kerugian. Ketentuan tersebut terdapat di pasal 17 dan pasal 18.

Dengan demikian secara seingkat, dapat pula dibedakan bahwa hak eigendom atas tanah, pemilik (eigenaar) tanah yang bersangkutan mempunyai hak “mutlak” atas tanahnya, mengingat konsepsi hukum Barat dilandasi oleh jiwa dan pandangan hidup yang bersifat individualistis-materialistis. Sedangkan, Pasal 6 UUPA, hak milik mempunyai fungsi sosial, artinya :

a. Hak milik disamping memberi manfaat bagi pemiliknya, harus diusahakan sedapat mungkin bermanfaat bagi orang lain atau kepentingan umum. 
b. Penggunaan hak milik tersebut tidak boleh mengganggu ketertiban dan kepentingan umum.