Minggu, 05 Mei 2013

Perbedaan Pasal 570 BW dengan Pasal 20 UUPA Mengenai Hak Milik

Guna menarik kesimpulan mengenai perbedaan konsepsi Hak Milik berdasarkan Pasal 570 BW dengan Pasal 20 UUPA, maka terlebih dahulu perlu diketahui mengenai isi ketentuan dari masing-masing pasal tersebut.

Pasal 570 BW menentukan, bahwa:
"Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang – undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak – hak orang lain; kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang –undang dan dengan pembayaran ganti rugi."

Di sisi lain, Pasal 20 UUPA menentukan, bahwa:

  1. Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
  2. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pasal 6 yang dimaksudkan adalah “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial

Dalam Penjelasan Umum UUPA diuraikan bahwa fungsi sosial itu sendiri, bermakna:

“Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam pada itu ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat).

Undang-Undang Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan-kepentingan perseorangan. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok : kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya [pasal 2 ayat (3)].

Berhubung dengan fungsi sosialnya, maka adalah suatu hal yang sewajarnya bahwa tanah itu harus dipelihara baik-baik, agar bertambah kesuburannya serta dicegah kerusakannya. Kewajiban memelihara tanah ini tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi beban pula dari setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah itu (Pasal 15). Dalam melaksanakan ketentuan ini akan diperhatikan kepentingan pihak yang ekonomis lemah.” 


Berdasarkan isi dari ketentuan Pasal 570 BW, maka dapat ditarik unsur-unsurnya yang juga sekaligus dapat dibandingkan dengan Pasal 20 UUPA.

a. Hak untuk menggunakan benda dengan leluasa, asal tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.

Pasal 570 BW mengisyaratkan bahwa semua yang memegang hak milik berhak melakukan apapun di atas alas hak tersebut, kecuali ditentukan lain oleh peraturan yang sah. Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria termasuk kategori peraturan yang dalam hal ini, disahkan dan diundangkan pada tanggal 24 September 1960.

Klausa “leluasa, asal tidak melanggar aturan” juga ditemukan di Pasal 20 UUPA. Hal ini tidak tercantum secara eksplisit, karena bunyi pasal tersebut mengharuskan kita melihat lagi aturan Pasal 6 yang mengatur mengenai fungsi sosial tanah. Telah disebutkan di atas bahwa memori penjelasan rancangan UUPA secara panjang lebar menguraikan mengenai fungsi sosial tanah agar pemegang hak milik tetap menghormati hak orang lain, dan tetap memperhatikan kondisi sosial masyarakat agar terjadi pemerataan kesejahteraan.

Pengelolaan bumi, air dan ruang angkasa sebagai pengertian agraria dalam arti luas, harus mengutamakan kepentingan bersama. Bagaimanapun juga, kemerdekaan, sumber daya alam dan potensi yang ada di Indonesia adalah milik seluruh bangsa Indonesia pula. Seluruh elemen akan saling bersinergi dengan baik jika fungsi sosial tanah ini ditaati dengan sepenuhnya.

b. Tidak mengganggu hak orang lain.

Substansi dari ketentuan ini bahwa di atas hak kita terdapat hak orang lain. Mirip dengan fungsi sosial dari tanah yang tersirat dalam Pasal 20.

c. Pencabutan Hak dapat Dilakukan Jika Melanggar Peraturan dan Melanggar Ketentuan Umum

Persoalan pencabutan hak milik yang disebut di UUPA tidak ditemukan di Pasal 20. Ayat (2) Pasal 20 UUPA hanya menyebutkan “hak milik dapat beralih dan dapat dialihkan…”. Pencabutan hak tercantum di UUPA, tetapi bukan di pasal 20, melainkan di pasal 18.

d. Dapat dilakukan ganti rugi

Ganti rugi yang dimaksud adalah ketika suatu hak milik beralih ke pihak lain dengan kondisi bukan karena warisan. Karena, jika suatu tanah hak milik diwariskan, maka tidak ada ganti kerugian. Kematian adalah syarat mutlak pengalihak hak milik secara waris, dan pemegang waris tidak diberi ganti rugi. Ganti rugi dapat diberikan dalam hal peralihan hak karena suatu tanah digunakan untuk pelebaran jalan, pembangunan fasilitas negara berupa gedung, dan lain sebagainya.

Pasal 20 UUPA tidak memuat ketentuan mengenai ganti kerugian. Ketentuan tersebut terdapat di pasal 17 dan pasal 18.

Dengan demikian secara seingkat, dapat pula dibedakan bahwa hak eigendom atas tanah, pemilik (eigenaar) tanah yang bersangkutan mempunyai hak “mutlak” atas tanahnya, mengingat konsepsi hukum Barat dilandasi oleh jiwa dan pandangan hidup yang bersifat individualistis-materialistis. Sedangkan, Pasal 6 UUPA, hak milik mempunyai fungsi sosial, artinya :

a. Hak milik disamping memberi manfaat bagi pemiliknya, harus diusahakan sedapat mungkin bermanfaat bagi orang lain atau kepentingan umum. 
b. Penggunaan hak milik tersebut tidak boleh mengganggu ketertiban dan kepentingan umum.

3 komentar: