Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “sengketa” diartikan sebagai pertentangan atau konflik, konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Sengketa juga dapat diartikan sebagai pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi/pemahaman berbeda tentang suatu kepetingan yang dapat menimbulkan akibat hukum.
Sesungguhnya, masyarakat umum tidak awam lagi dengan kata sengketa. Setiap hari masyarakat dapat melihat dan mendengar baik melalui media atau secara langsung di sekitar masyarakat sendiri sering terjadi sengketa. Sengketa yang banyak terjadi sejalan dengan peradaban manusia yang semakin kompleks sedangkan sumber daya alam semakin menipis. Sebagai contoh, sengketa yang paling marak di masyarakat adalah sengketa di bidang pertanahan.
Sengketa dapat terjadi dalam ruang lingkup manapun, baik dalam lingkup keluarga, daerah, nasional, hingga internasional dan hampir untuk segala barang berpotensi disengketakan. Banyaknya sengketa yang terjadi menuntut adanya mekanisme penyelesaian sengketa. Sesungguhnya, penyelesaian sengketa secara damailah yang dinginkan yang bertujuan mencegah dan menghindarkan kekerasan dalam suatu persengketaan antar individu, kelompok, organisasi, bahkan negara sekalipun.
Penyelesaian bersifat segera, karena jika tidak ditanggapi dengan segera, maka sengketa berpotensi menimbulkan permasalahan yang semakin besar. Secara umum, proses penyelesaian sengketa dapat ditempuh dengan dua mekanisme yaitu litigasi melalui pengadilan atau non-litigasi yang dilakukan di luar pengadilan baik secara arbitrase, mediasi, negosiasi, maupun konsoliasi.
Maraknya sengketa yang terjadi tentu menimbulkan banyak dampak yang negatif. Namun, terlepas dari itu semua, sengketa juga dapat menimbulkan paling tidak tiga dampak yang bersifat positif, antara lain:
Sesungguhnya, masyarakat umum tidak awam lagi dengan kata sengketa. Setiap hari masyarakat dapat melihat dan mendengar baik melalui media atau secara langsung di sekitar masyarakat sendiri sering terjadi sengketa. Sengketa yang banyak terjadi sejalan dengan peradaban manusia yang semakin kompleks sedangkan sumber daya alam semakin menipis. Sebagai contoh, sengketa yang paling marak di masyarakat adalah sengketa di bidang pertanahan.
Sengketa dapat terjadi dalam ruang lingkup manapun, baik dalam lingkup keluarga, daerah, nasional, hingga internasional dan hampir untuk segala barang berpotensi disengketakan. Banyaknya sengketa yang terjadi menuntut adanya mekanisme penyelesaian sengketa. Sesungguhnya, penyelesaian sengketa secara damailah yang dinginkan yang bertujuan mencegah dan menghindarkan kekerasan dalam suatu persengketaan antar individu, kelompok, organisasi, bahkan negara sekalipun.
Penyelesaian bersifat segera, karena jika tidak ditanggapi dengan segera, maka sengketa berpotensi menimbulkan permasalahan yang semakin besar. Secara umum, proses penyelesaian sengketa dapat ditempuh dengan dua mekanisme yaitu litigasi melalui pengadilan atau non-litigasi yang dilakukan di luar pengadilan baik secara arbitrase, mediasi, negosiasi, maupun konsoliasi.
Maraknya sengketa yang terjadi tentu menimbulkan banyak dampak yang negatif. Namun, terlepas dari itu semua, sengketa juga dapat menimbulkan paling tidak tiga dampak yang bersifat positif, antara lain:
- Dengan adanya sengketa, maka tidak akan terjadi kesewenang-wenangan oleh pihak tertentu yang cenderung lebih kuat terhadap pihak yang lemah baik secara ekonomi maupun sosial. Sengketa yang banyak terjadi di Indonesia misalnya di bidang pertanahan selalu terjadi antara pengusaha yang memiliki kekuatan ekonomi besar terhadap rakyat biasa. Pihak yang merasa hak-haknya dirugikan dapat mensengketakan hak-haknya baik secara litigasi dan non-litigasi.
- Dengan semakin kompleksnya sengketa baik secara kualitas (substansi) maupun kuantitas (jumlah), maka proses penyelesaian sengketa pun berkembang secara metode. Jika dahulu proses penyelesaian sengketa diselesaikan secara litigasi, maka kemudian berkembang hingga pada non-litigasi. Tidak hanya sampai disitu, sebab secara teknis penyelesaiannya juga akan semakin berkembang sesuai dengan jenis sengketanya.
- Di bidang akademik, dituntut untuk melakukan penelitian dan mengemukakan metode-metode baru penyelesaian sengketa yang didukung dengan teori-teori.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar