Ditulis Oleh: Andi Kurniawati, SH
Jika kita berbicara filsafat, kita seakan berada pada ranah yang sangat abstrak, dan filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat, filsafat hukum mempunyai fungsi yang strategis dalam pembentukan hukum di Indonesia. Kemudian lebih mengerucut lagi adalah Filsafat hukum, yaitu ilmu yang mempelajari hukum secara filosofi, yang dikaji secara luas, mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat. Dan tujuan mempelajari filsafat hukum untuk memperluas cakrawala pandang sehingga dapat memahami dan mengkaji dengan kritis atas hukum dan diharapkan akan menumbuhkan sifat kritis sehingga mampu menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum. Filsafat hukum ini berpengaruh terhadap pembentukan kaidah hukum sebagai hukum in abstracto.
Filsafat hukum mempunyai peranan yang strategis dalam pembentukan hukum sehingga dapat disimpulkan pula bahwa filsafat hukum mempunyai peranan dalam mengatasai keteterpurukan hukum di Indonesia. Hal ini sejalan dengan tiga sifat pokok filsafat yakni :
Ciri lain yang penting untuk ditambahkan adalah sifat refleksi kritis dari filsafat. Refleksi berarti pengedepankan dari apa yang dipikirkan secara berulang-ulang dan mendalam (kontemplatif). Pengendapan itu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan atau jawaban atas pertanyaan yang lebih jauh lagi, dan ini dilakukan secara terus-menerus. Kritis berati analisis yang dibuat oleh filsafat tidak berebti pada fakta saja, melainkan analisi nilai. Jika hanya fakta yang dianalisis, berarti subjek (manusia) tersebut baru melakukan observasi, dan hasilnya adalah gejala-gejala semata. Pada analisis nilai, hasilnya bukan lagi gejala-gejala, tetapi hakikatnya.
Pada permasalahan hukum di Indonesia dapat dianalisis melalui sifat dasar dari filsafat diatas. Dimana suatu permasalahan harus dianalisis secara mendalam, mendasar dan radikal serta menyeluruh. Filsafat hukum dapat memahami hukum tidak dalam arti hukum positif semata. Orang yang hanya mempelajari hukum dalam arti positif semata, tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik. Apabila menjadi hakim, misalnya, dikhawatirkan ia akan menjadi hakim “corong undang-undang “ belaka. Sama halnya ketika menghadapi permasalahan hukum, dengan filsafat hukum masalah tersebut mampu teratasi karena fildafat hukum menanganilis hingga ke akar permasalahan sehingga permasalahan tersebt dapat teratasi dengan memnuculkan solusi.
Sifat lain yang tak kalah pentingnya dalam mengatasi keterpurukan penegakan hukum di Indonesia ialah filsafat yang spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara gambling. Sebagaimana yang diyantakan oleh Suriasumantri, bahwa semua ilmu hukum yang berekembang saat ini vermula dari sifat spekulatif tersebut. Sifat ini mengajak mereka untuk mempelajari filsafat hukum untuk berfikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang baru. Tentu saja, tindakan spekulatif yang dimaksud di sini adalah tindakan yang terarah, yang dapat dipertanggungjwabkan secara ilmiah. Dengan bnerpikiran spekulatif (dalam arti positif) itulah hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-citakan bersama.
Ciri lain yang memiliki peranan dalam mengatasi keterpurukan hukum bangsa ini ialah, sifat yang refleksi kritis. Melalui sifat ini, filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah hukum secara rasional dan kemudian mempertanyakan jawaban secara itu secara terus menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang ada di balik gejala-gejala itu. Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap bijaksna dalam menghadapi suatu permasalahan hukum yang konkret.
Peranan filsafat tersebut yang mewajibkan fiksafat hukum dimasukkan kedalam kurikulum pada program sarjana maupun pasca sarjana hukum di Seluruh Indonesia. Hal ini dikarenakan pula bahwa dalam filsafat hukum memuat materi mengenai etika profesi hukum
Etika profesi hukum dalam filsafat hukum juga memiliki peranan dalam mengatasi keterpurukan penegakan hukum di Indonesia yang akan dibahas sebagai berikut :
Filsafat hukum mempunyai peranan yang sangat erat dengan etika. Sama dengan istilah filsafat (philos dan shopia, yang artinya cinta dan kebjaksanaan), secara etimologis, etika juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos atau ta etika yang artinya watak kebiasaan. Seringkali orang menyamakan istilah etika dengan ajaran moral. Istilah yang terakhir ini juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu mos yang artinya ethos.
Etika merupakan cabang dari filsafat, pertama-tama dapat didekati secara deskriptif dan normatif. Karena itu ada yang sebut etika deskriptif dan etika normatif. Di luar itu ada pendekatan ketiga, yang disebut metaetika. Etika deskriftif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya berupa adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan dilarang. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada indivisu-individu tertentu, dalam kebudaayn atau sub kultur tertentu, dalam suatu periode sejarah, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan penegakan hukum, para aparatur penegak hukum memiliki peranan didalamnya. Hukum akan dapat ditegakkan jika aparatur hukumnya mempunyai moral dan etika yang baik. Teori sistem hukum dari Lawrence Friedman yang mengatakan bahwa penegakan hukum akan maksimal jika sistem hukum terdiri dari :
Mushawwir Arsyad & Andi Kurniawati |
Filsafat hukum mempunyai peranan yang strategis dalam pembentukan hukum sehingga dapat disimpulkan pula bahwa filsafat hukum mempunyai peranan dalam mengatasai keteterpurukan hukum di Indonesia. Hal ini sejalan dengan tiga sifat pokok filsafat yakni :
- Menyeluruh
- Mendasar
- Spekulatif
Ciri lain yang penting untuk ditambahkan adalah sifat refleksi kritis dari filsafat. Refleksi berarti pengedepankan dari apa yang dipikirkan secara berulang-ulang dan mendalam (kontemplatif). Pengendapan itu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan atau jawaban atas pertanyaan yang lebih jauh lagi, dan ini dilakukan secara terus-menerus. Kritis berati analisis yang dibuat oleh filsafat tidak berebti pada fakta saja, melainkan analisi nilai. Jika hanya fakta yang dianalisis, berarti subjek (manusia) tersebut baru melakukan observasi, dan hasilnya adalah gejala-gejala semata. Pada analisis nilai, hasilnya bukan lagi gejala-gejala, tetapi hakikatnya.
Pada permasalahan hukum di Indonesia dapat dianalisis melalui sifat dasar dari filsafat diatas. Dimana suatu permasalahan harus dianalisis secara mendalam, mendasar dan radikal serta menyeluruh. Filsafat hukum dapat memahami hukum tidak dalam arti hukum positif semata. Orang yang hanya mempelajari hukum dalam arti positif semata, tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik. Apabila menjadi hakim, misalnya, dikhawatirkan ia akan menjadi hakim “corong undang-undang “ belaka. Sama halnya ketika menghadapi permasalahan hukum, dengan filsafat hukum masalah tersebut mampu teratasi karena fildafat hukum menanganilis hingga ke akar permasalahan sehingga permasalahan tersebt dapat teratasi dengan memnuculkan solusi.
Sifat lain yang tak kalah pentingnya dalam mengatasi keterpurukan penegakan hukum di Indonesia ialah filsafat yang spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara gambling. Sebagaimana yang diyantakan oleh Suriasumantri, bahwa semua ilmu hukum yang berekembang saat ini vermula dari sifat spekulatif tersebut. Sifat ini mengajak mereka untuk mempelajari filsafat hukum untuk berfikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang baru. Tentu saja, tindakan spekulatif yang dimaksud di sini adalah tindakan yang terarah, yang dapat dipertanggungjwabkan secara ilmiah. Dengan bnerpikiran spekulatif (dalam arti positif) itulah hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-citakan bersama.
Ciri lain yang memiliki peranan dalam mengatasi keterpurukan hukum bangsa ini ialah, sifat yang refleksi kritis. Melalui sifat ini, filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah hukum secara rasional dan kemudian mempertanyakan jawaban secara itu secara terus menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang ada di balik gejala-gejala itu. Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap bijaksna dalam menghadapi suatu permasalahan hukum yang konkret.
Peranan filsafat tersebut yang mewajibkan fiksafat hukum dimasukkan kedalam kurikulum pada program sarjana maupun pasca sarjana hukum di Seluruh Indonesia. Hal ini dikarenakan pula bahwa dalam filsafat hukum memuat materi mengenai etika profesi hukum
Etika profesi hukum dalam filsafat hukum juga memiliki peranan dalam mengatasi keterpurukan penegakan hukum di Indonesia yang akan dibahas sebagai berikut :
Filsafat hukum mempunyai peranan yang sangat erat dengan etika. Sama dengan istilah filsafat (philos dan shopia, yang artinya cinta dan kebjaksanaan), secara etimologis, etika juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos atau ta etika yang artinya watak kebiasaan. Seringkali orang menyamakan istilah etika dengan ajaran moral. Istilah yang terakhir ini juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu mos yang artinya ethos.
Etika merupakan cabang dari filsafat, pertama-tama dapat didekati secara deskriptif dan normatif. Karena itu ada yang sebut etika deskriptif dan etika normatif. Di luar itu ada pendekatan ketiga, yang disebut metaetika. Etika deskriftif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya berupa adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan dilarang. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada indivisu-individu tertentu, dalam kebudaayn atau sub kultur tertentu, dalam suatu periode sejarah, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan penegakan hukum, para aparatur penegak hukum memiliki peranan didalamnya. Hukum akan dapat ditegakkan jika aparatur hukumnya mempunyai moral dan etika yang baik. Teori sistem hukum dari Lawrence Friedman yang mengatakan bahwa penegakan hukum akan maksimal jika sistem hukum terdiri dari :
- Substansi, undang-undang
- Struktur, aparat penegak hukum atau lembaga-lembaga penegak hukum
- Kultur, budaya atau kebiasaan masyarakat setempat.
Contohnya saja profesi hakim, dalam kedinasannya sehari-hari begitu banyak godaan yang dihadapi oleh hakim. Hal ini dikarenakan profesi hakim yang sangat penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Sehingga dengan mempunyai etika yang baik yang merupakan cabang dari filsafat hukum, maka diharapkan hakim dapat kritis dalam mencari orientasi dalam berhadapan dengan moralitas yang bermacam-macam. Tidak hanya hakim, tapi begitupula dengan jaksa, pengacara dan polisi. Semua profesi hukum ini perlu berfikir secra filsafati agar terjauh dari tindakan amoral yang akan memperburuk pengakan hukum di Indonesia.