Senin, 28 Januari 2013

Peranan Filsafat Hukum dalam Mengatasi Keterpurukan Hukum di Indonesia

Ditulis Oleh: Andi Kurniawati, SH

Mushawwir Arsyad & Andi Kurniawati
Jika kita berbicara filsafat, kita seakan berada pada ranah yang sangat abstrak, dan filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat, filsafat hukum mempunyai fungsi yang strategis dalam pembentukan hukum di Indonesia. Kemudian lebih mengerucut lagi adalah Filsafat hukum, yaitu ilmu yang mempelajari hukum secara filosofi, yang dikaji secara luas, mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat. Dan tujuan mempelajari filsafat hukum untuk memperluas cakrawala pandang sehingga dapat memahami dan mengkaji dengan kritis atas hukum dan diharapkan akan menumbuhkan sifat kritis sehingga mampu menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum. Filsafat hukum ini berpengaruh terhadap pembentukan kaidah hukum sebagai hukum in abstracto.

Filsafat hukum mempunyai peranan yang strategis dalam pembentukan hukum sehingga dapat disimpulkan pula bahwa filsafat hukum mempunyai peranan dalam mengatasai keteterpurukan hukum di Indonesia. Hal ini sejalan dengan tiga sifat pokok filsafat yakni :
  1. Menyeluruh
  2. Mendasar
  3. Spekulatif
Sifat menyeluruh mengandung arti, bahwa cara berfikir filsafat tidaklah sempit (fragmentaris atau sektoral), tetapi selalu melihat persoalan dari tiap sudut yang ada. Tiap sudut itu dianalisis secara mendalam, sampai ke akar-akarnya. Inilah yang dimaksud dengan sifat kedua, yaitu mendasar atau radikal. Untuk dapat menganalisis suatu persoalan secara mendasar itu memnag tidak mudah, mengingat pertanyaan-pertanyaan yang dibahas adalah pertanyaan-pertanyaan yang berada diluar jangkauan “ilmu biasa”. Dalam hal ini filsafat menggunakan ciri ketiga, yaitu spekulatif. Tentu saja langkah-langkah spekulatif tidak boleh sembarangan, tetapi harus memiliki dasar-dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ciri lain yang penting untuk ditambahkan adalah sifat refleksi kritis dari filsafat. Refleksi berarti pengedepankan dari apa yang dipikirkan secara berulang-ulang dan mendalam (kontemplatif). Pengendapan itu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan atau jawaban atas pertanyaan yang lebih jauh lagi, dan ini dilakukan secara terus-menerus. Kritis berati analisis yang dibuat oleh filsafat tidak berebti pada fakta saja, melainkan analisi nilai. Jika hanya fakta yang dianalisis, berarti subjek (manusia) tersebut baru melakukan observasi, dan hasilnya adalah gejala-gejala semata. Pada analisis nilai, hasilnya bukan lagi gejala-gejala, tetapi hakikatnya.

Pada permasalahan hukum di Indonesia dapat dianalisis melalui sifat dasar dari filsafat diatas. Dimana suatu permasalahan harus dianalisis secara mendalam, mendasar dan radikal serta menyeluruh. Filsafat hukum dapat memahami hukum tidak dalam arti hukum positif semata. Orang yang hanya mempelajari hukum dalam arti positif semata, tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik. Apabila menjadi hakim, misalnya, dikhawatirkan ia akan menjadi hakim “corong undang-undang “ belaka. Sama halnya ketika menghadapi permasalahan hukum, dengan filsafat hukum masalah tersebut mampu teratasi karena fildafat hukum menanganilis hingga ke akar permasalahan sehingga permasalahan tersebt dapat teratasi dengan memnuculkan solusi.

Sifat lain yang tak kalah pentingnya dalam mengatasi keterpurukan penegakan hukum di Indonesia ialah filsafat yang spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara gambling. Sebagaimana yang diyantakan oleh Suriasumantri, bahwa semua ilmu hukum yang berekembang saat ini vermula dari sifat spekulatif tersebut. Sifat ini mengajak mereka untuk mempelajari filsafat hukum untuk berfikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang baru. Tentu saja, tindakan spekulatif yang dimaksud di sini adalah tindakan yang terarah, yang dapat dipertanggungjwabkan secara ilmiah. Dengan bnerpikiran spekulatif (dalam arti positif) itulah hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-citakan bersama.

Ciri lain yang memiliki peranan dalam mengatasi keterpurukan hukum bangsa ini ialah, sifat yang refleksi kritis. Melalui sifat ini, filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah hukum secara rasional dan kemudian mempertanyakan jawaban secara itu secara terus menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang ada di balik gejala-gejala itu. Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap bijaksna dalam menghadapi suatu permasalahan hukum yang konkret.

Peranan filsafat tersebut yang mewajibkan fiksafat hukum dimasukkan kedalam kurikulum pada program sarjana maupun pasca sarjana hukum di Seluruh Indonesia. Hal ini dikarenakan pula bahwa dalam filsafat hukum memuat materi mengenai etika profesi hukum

Etika profesi hukum dalam filsafat hukum juga memiliki peranan dalam mengatasi keterpurukan penegakan hukum di Indonesia yang akan dibahas sebagai berikut :

Filsafat hukum mempunyai peranan yang sangat erat dengan etika. Sama dengan istilah filsafat (philos dan shopia, yang artinya cinta dan kebjaksanaan), secara etimologis, etika juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos atau ta etika yang artinya watak kebiasaan. Seringkali orang menyamakan istilah etika dengan ajaran moral. Istilah yang terakhir ini juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu mos yang artinya ethos.

Etika merupakan cabang dari filsafat, pertama-tama dapat didekati secara deskriptif dan normatif. Karena itu ada yang sebut etika deskriptif dan etika normatif. Di luar itu ada pendekatan ketiga, yang disebut metaetika. Etika deskriftif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya berupa adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan dilarang. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada indivisu-individu tertentu, dalam kebudaayn atau sub kultur tertentu, dalam suatu periode sejarah, dan sebagainya.

Dalam hubungannya dengan penegakan hukum, para aparatur penegak hukum memiliki peranan didalamnya. Hukum akan dapat ditegakkan jika aparatur hukumnya mempunyai moral dan etika yang baik. Teori sistem hukum dari Lawrence Friedman yang mengatakan bahwa penegakan hukum akan maksimal jika sistem hukum terdiri dari :
  1. Substansi, undang-undang
  2. Struktur, aparat penegak hukum atau lembaga-lembaga penegak hukum
  3. Kultur, budaya atau kebiasaan masyarakat setempat.
Sehingga peranan aparat hukum yang baik sangat berpotensi untuk mengatasi keterpurukan penegakan hukum di Indonesia. Sebagian orang berpendapat bahwa hukum diidentikan dengankeadilan. Profesi hukum dengan demikian tidak dapat dipandang sebagai sekedar penegak keadilan. Profesi hukum adalah orang-orang terhormat, para fungsionaris hukum yang menjaga agar pendulum hukum tetap adil, pasti dan bermanfaat. Fungsi etika adalah untuk membantu manusia dalam mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang bermacam-macam. Tentu saja orientasi ini baru diperlukan apabila terjadi konflik moralitas, sehingga manusia harus mengambil keputusan untuk mengacu kepada moralitas yang mana. 
Contohnya saja profesi hakim, dalam kedinasannya sehari-hari begitu banyak godaan yang dihadapi oleh hakim. Hal ini dikarenakan profesi hakim yang sangat penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Sehingga dengan mempunyai etika yang baik yang merupakan cabang dari filsafat hukum, maka diharapkan hakim dapat kritis dalam mencari orientasi dalam berhadapan dengan moralitas yang bermacam-macam. Tidak hanya hakim, tapi begitupula dengan jaksa, pengacara dan polisi. Semua profesi hukum ini perlu berfikir secra filsafati agar terjauh dari tindakan amoral yang akan memperburuk pengakan hukum di Indonesia.

Cerita Lucu: Nenek Belanja di Supermarket

Nenek: "Dulu zaman Nenek muda, kalau belanja Rp 5.000 di Supermarket  sudah bisa dapat susu, roti, coklat, gula, mentega, tepung, parfum, beda, lipstick, sampo, sabun mandi, kaos kaki, minuman, obat nyamuk...,"
Cucu: "Wuh..., hebat..., banyak sekali ya Nek, kalau sekarang gimana Nek...?"
Nenek: "Sekarang susah Cu.., soalnya ada CCTV..!!!!"hahahahaha...,
Cemera CCTV

Selasa, 22 Januari 2013

Cerita Lucu: Kisah Maling Jeruk (Chua dan Ophu)

Suatu hari Chua dan Ophu (kedua-duanya adalah nama samaran) melancarkan aksinya mencuri jeruk di kebun tetangga. Karena profesionalisme yang dimiliki, maka dengan mudah mereka mampu mengumpulkan sekarung.

Segera setelah "packing", mereka bergegas lari sekencang-kencangnya ke arah perkuburan untuk menghilangkan jejak. Tatkala hampir sampai di gerbang kuburan, Chua tersandung batu dan jeruknya terlontar 2 buah, tetapi ditinggalkan begitu saja dan mereka segera masuk untuk bersembunyi di balik batu nisan yang cukup besar.

Ketika dirasa sudah aman, mereka mulai membagi hasil curian.

"saya satu..., kamu satu..., saya satu..., kamu satu..., saya satu..., kamu satu..."

Tanpa sepengetahuan mereka, lewatlah Gunawan. Langkahnya terhenti dan tersengal-sengal lantaran mendengar suara aneh dari kuburan.

"saya satu..., kamu satu..., saya satu..., kamu satu..., saya satu..., kamu satu..."

Kaget, takut, juga ngeri, Gunawan segera lari terbirit-birit dan mencari pak Kyai dekat situ.

"saya satu..., kamu satu..., saya satu..., kamu satu..., saya satu..., kamu satu..."

Pak Kyai dan Gunawan melongok-longok dari gerbang kuburan. Lalu Gunawan bertanya pada Pak Kyai, "Apakah itu suara malaikat dan iblis yang lagi membagi jatah jiwa manusia ya Pak Kyai?".

"Saya juga tidak paham Gun", jawab Pak Kyai.

Kemudian, terdengar lagi suara aneh dari balik kuburan...,

"Sudah selesai.., Nah sekarang, dua yang di gerbang kuburan itu, siapa yang mau ambil?"
"Kamu ata saya???"

"Waaaaa...!!!" Sontak Pak Kyai dan Gunawan terbirit-birit sambil terkencing-kencing...!!! Hahahaha...hahahah...hahahaha...,

Cerita Lucu: Udin dan Otong Ingin Kabur dari Rumah Sakit Jiwa

Udin dan Otong berencana kabur dari Rumah Sakit Jiwa tempat mereka dirawat.

Rencananya mereka:
1. Lari ke pintu gerbang,
2. Memukul penjaganya,
3. Membuka paksa pintung gerbang.

Pada hari H, mereka pun melaksanakan rencananya...,

Mereka lari ke pintu gerbang, sesampainya di pintu gerbang ternyata penjaga tidak ada, bahkan pintu gerbang juga terbuka lebar...,

Udin pun berkata: "waduhhhh..., sial..., rencana kita gagal."
Otong: "kita ulangi besok lagi saja y...,???"
Udin: Ok deh..., :D :) :D :D

Contoh Perjanjian Sewa Menyewa Rumah


DRAFT
PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH

Pada hari ini, _______ tanggal __________ 2013, bertempat di Makassar telah dibuat dan ditandatangani surat perjanjian sewa menyewa rumah, oleh dan antara:

    1.    Nama              :
Pekerjaan        :
Alamat             :
No. KTP          :
Selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA (yang menyewakan).
    2.    Nama              :
Pekerjaan        :
Alamat             :
No. KTP          :
Selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA (penyewa).
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA (secara bersama-sama selanjutnya disebut ”Para Pihak”) menerangkan terlebih dahulu:
  1.    Bahwa PIHAK PERTAMA selaku pemilik sah dari tanah dan bangunan akan menyewakan kepada PIHAK KEDUA berupa sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jalan _____ Nomor _____ seluas _____ dengan sertifikat Hak Milik No._____ Desa _____ Kec__________ Kota___________.
   2.    Selanjutnya Para Pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah ini dan dilangsungkan dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1
Jangka Waktu Perjanjian
Sewa menyewa ini dilangsungkan untuk jangka waktu selama _____ (____) tahun, yang  berlaku sejak tanggal _______________ dan oleh karenanya akan berakhir pada tanggal_____________.

Pasal 2
Harga Sewa dan Tata Cara Pembayaran
(1)    Harga sewa untuk jangka waktu selama ___(_____) tahun tersebut adalah sebesar Rp __________ (____________ Rupiah).
(2)    Harga sewa dibayarkan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA pada saat_________________. 

Pasal 3
Kondisi Objek Sewa
PIHAK KEDUA menerima objek sewa tersebut dalam keadaan terpelihara baik. Dan, oleh karena itu pada waktu sewa menyewa ini berakhir, maka PIHAK KEDUA wajib untuk menyerahkan kembali dalam keadaan terpelihara baik pula.

Pasal 4
Jaminan Para Pihak
(1)    PIHAK PERTAMA menjamin PIHAK KEDUA tentang objek disewakannya tersebut termasuk fasilitas-fasilitas di dalamnya betul adalah hak dan milik PIHAK PERTAMA, tidak menjadi jaminan sesuatu utang, dan bahwa selama sewa menyewa ini berlangsung, PIHAK KEDUA tidak akan mendapat tuntutan dan/atau gangguan dari pihak lain yang menyatakan mempunyai hak terlebih dahulu atau turut mempunyai hak atas apa yang disewakan tersebut. Karenanya, PIHAK KEDUA dengan ini dibebaskan oleh PIHAK PERTAMA mengenai hal-hal tersebut.
(2)    Sebelum jangka waktu sebagaimana pada pasal 1 surat perjanjian ini berakhir, PIHAK PERTAMA tidak dibenarkan meminta PIHAK KEDUA untuk mengakhiri jangka waktu kontrak dan menyerahkan kembali rumah tersebut kepada PIHAK PERTAMA kecuali disepakati oleh Para Pihak.
(3)    PIHAK KEDUA tidak dibenarkan untuk mengubah struktur dan instalasi dari rumah tersebut tanpa izin dan persetujuan dari PIHAK PERTAMA. Yang dimaksudkan dengan struktur adalah sistem konstruksi bangunan yang menunjang berdirinya bangunan rumah tersebut, seperti: pondasi, balok, kolom, lantai, dan dinding.

Pasal 5
Tanggung Jawab Para Pihak
(1) PIHAK PERTAMA bertanggung jawab atas berlakunya peraturan perundang-undangan yang menyangkut perihal pelaksanaan perjanjian ini, semisal: Pajak-pajak, Iuran Retribusi Daerah (IREDA), dan lain-lainnya.
(2)    PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas kerusakan struktur sebagai akibat pemakaian.
(3)  PIHAK KEDUA dibebaskan dari segala ganti rugi atau tuntutan dari PIHAK PERTAMA akibat kerusakan pada bangunan yang diakibatkan oleh force majeure.
Yang dimaksud dengan Force majeure adalah:
a.    Bencana alam, seperti: banjir, gempa bumi, tanah longsor, petir, angin topan, serta kebakaran yang disebabkan oleh faktor extern yang mengganggu kelangsungan perjanjian ini.
b.    Huru-hara, kerusuhan, pemberontakan, dan perang.

Pasal 6
Penggunaan Rumah dan Fasilitas-Fasilitas
(1)  PIHAK KEDUA tidak akan mempergunakan rumah itu untuk tujuan yang lain dari pada yang disepakati dalam perjanjian ini, kecuali telah mendapat ijin secara tertulis dari PIHAK PERTAMA.
(2)    PIHAK KEDUA berkewajiban untuk menjaga kebersihan, keamanan, ketertiban, dan ketentraman lingkungan.
(3)  Dalam perjanjian sewa ini sudah termasuk hak atas pemakaian aliran listrik, saluran nomor telepon, dan air dari PDAM yang telah terpasang sebelumnya pada bangunan rumah yang disewa. Selama jangka waktu perjanjian berlangsung, PIHAK KEDUA berkewajiban untuk membayar semua tagihan-tagihan atau rekening-rekening serta biaya-biaya lainnya atas penggunaannya. Segala kerugian yang timbul akibat kelalaian PIHAK KEDUA dalam memenuhi kewajibannya sepenuhnya menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA.

Pasal 7
Peyerahan Rumah Ketika Perjanjian Berakhir
Setelah berakhirnya jangka waktu perjanjian ini, PIHAK KEDUA segera mengosongkan rumah dan menyerahkannya kembali kepada PIHAK PERTAMA serta telah memenuhi semua kewajibannya sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) perjanjian ini.

Pasal 8
Perpanjangan Sewa
(1)    Apabila PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bermaksud melanjutkan perjanjian sewa-menyewa ini, maka masing-masing pihak harus memberitahukan terlebih dahulu, minimal ____ (______) bulan sebelum jangka waktu perjanjian ini berakhir.
(2)    PIHAK KEDUA harus mendapat prioritas pertama dari PIHAK PERTAMA untuk memperpanjang masa penyewaan barang tersebut di atas, sebelum PIHAK PERTAMA menawarkannya kepada calon-calon penyewa yang lain.

Pasal 9
Berakhirnya Perjanjian
(1)    Perjanjian ini berakhir jika jangka waktu perjanjian telah selesai dan tidak dilakukan perpanjangan.
(2)    Perjanjian ini tidak akan berhenti karena salah satu pihak meninggal dunia atau dipindahtangankannya secara bagaimanapun atas apa yang disewakan tersebut kepada pihak lain sebelum jangka waktu persewaan tersebut berakhir.
(3)    Dalam hal salah satu pihak meninggal dunia, maka para ahli waris yang meninggal dunia berhak atau diwajibkan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan atau melanjutkan sewa menyewa ini sampai jangka waktu persewaan tersebut berakhir. Sedang, dalam hal bangunan tersebut dipindahtangankan kepada pihak lain, maka pemilik baru atas apa yang disewakan tersebut harus tunduk kepada syarat-syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Perjanjian ini.

Pasal 10
Ketentuan Tambahan
(1)    Hal-hal yang diatur dalam perjanjian ini akan diatur lebih lanjut dalam syarat dan ketentuan khusus dalam suatu addendum yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
(2)    Perjanjian ini diatur dan ditafsirkan sesuai dengan hukum yang berlaku di Republik Indonesia.
(3)    Setiap perselisihan atau kontroversi yang timbul dari atau sehubungan dengan Perjanjian ini harus diselesaikan secara damai oleh perwakilan para pihak yang berwenang dalam waktu 30 (tiga puluh) hari. Jika setelah 30 (tiga puluh) hari klaim atau sengketa tidak dapat diselesaikan oleh para pihak, maka para pihak dapat mengajukan dan menyelesaikan di Pengadilan Negeri Makassar.
Demikian Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) asli dan masing-masing bermaterai cukup serta mempunyai kekuatan hukum yang sama, mengikat, dan telah diterima oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA.

PIHAK PERTAMA                                                                            PIHAK KEDUA



(_________________)                                                                        (_________________)

Saksi-Saksi:

Saksi 1                                                                                                Saksi 2


(_________________)                                                                        (________________)

Roscoe Pound: Hukum

Roscoe Pound
Roscoe Pound dikenal sebagai pencetus ide “law as a tool of social engineering” atau hukum sebagai alat pengendali sosial.

Roscoe Pound berpandangan bahwa:
“Law is the sense of the legal order has for its subjects relations of individual human beings with each other and the conduct if individual so far as they affect others or affect the social or economic order. Law is the sense of the body of authoritative grounds of judicial decisions and administrative action has for its subject matter the expectation or claims or wants held or asserted by individual human beings or groups of human beings which affect their relations or determine their conduct.”

Jadi, bagi Pound hukum dibedakan ke dalam:

a. Hukum dalam artian sebagai tata hukum, yang mempunyai pokok bahasan:
  1. Hubungan antara manusia dengan individu lainnya, atau
  2. Perilaku para individu yang memengaruhi individu lain atau yang memengaruhi tata sosial atau tata ekonomi.
b. Hukum dalam artinya sebagai kumpulan dasar-dasar kewenangan dari: putusan-putusan pengadilan dan tindakan administrative yang mempunyai pokok bahasan: harapan-harapan atau tuntunan-tuntunan manusia yang mempengaruhi hubungan mereka atau menentukan perilaku mereka.

Selanjutnya, Roscoe Pound memandang hukum sebagai: “a social institution created to satisfy human, social wants by giving effect to as we may with the least sacrifice, so far as such wants may be satisfied or such claims given effect by an ordering of human conduct through politically organized society.”

Oleh karena itu, Pound memandang bahwa esensi dari ketertiban hukum adalah “The securing and protection of a variety of interests and this necessitated the modification of traditional and inherited legal codes to exiting social conditions”.

Penekanan Pound bahwa hukum adalah suatu institusi sosial, tetap konsisten di mana dibuat untuk kepuasan manusia. Jadi selaras dengan prinsip sosiologi hukum: “hukum bukan untuk hukum, dan juga bukan manusia untuk hukum, melainkan yang benar adalah hukum untuk manusia”. Kehidupan sosial menginginkan pemenuhan kepuasan minimal dan pemenuhan tuntutan-tuntutan yang terpenuhi sebagai akibat adanya perilaku manusia melalui masyarakat, yang terorganisasi secara politik. Esensi ketertiban hukum adalah untuk menjamin dan melindungi berbagai kepentingan, dan untuk itu dibutuhkan pembaharuan kitab-kitab undang-undang yang diwarisi dan bersifat tradisional itu demi terciptanya kondisi-kondisi sosial.

Roscoe Pound memiliki pandangan tentang hukum, yaitu:
  1. Tugas hukum adalah memajukan kepentingan umum,
  2. Fungsi hukum ialah sebagai: a) Alat social engineering, dan b) Alat social control.
  3. Hukum harus mengharmonisasikan kepentingan umum dan kepentingan individual melalui cita-cita keadilan yang hidup dalam hati rakyat.
  4. Untuk mewujudkan tugas dan fungsi hukum itu, ide keadilan didukung oleh paksaan dari negara.
  5. Sumber-sumber hukum menurut Roscoe Pound adalah: a) Kebiasaan, b) Religi, ide-ide moral dan ide-ide filosofis, c) Putusan pengadilan (adjudication), d) Diskusi Ilmiah, serta e) Undang-undang.
  6. Tugas dari ilmu hukum yang sosiologis (sociological jurisprudence) yang merupakan suatu sumber penting dari ide-ide adalah untuk membantu menjamin bahwa fakta-fakta sosial direkam dan dianalisis di dalam formulasi, interpretasi, dan penerapan hukum.
Untuk itu dibutuhkan antara lain: 
  1. Suatu studi tentang efek-efek sosial dari persepsi-persepsi hukum, doktrin-doktrin hukum dari pranata-pranata hukum,
  2. Suatu penyelidikan sosiologis, sebagai suatu tahap persiapan bagi pembuat undang-undang,
  3. Suatu studi tentang metode untuk membuat persepsi-persepsi hukum efektif dalam penerapannya,
  4. Suatu studi yang mendalam bagi proses peradilan,
  5. Suatu studi sosiologis tentang sejarah hukum,
  6. Penghargaan terhadap pentingnya keadilan dan penalaran putusan-putusan kasus perseorangan, dan
  7. Mengakui bahwa tujuan studi hukum adalah untuk mencapai tujuan-tujuan hukum.
Menurut Pound, ada lima tahap dari evolusi hukum, yaitu sebagai berikut:
  1. Tahap pertama adalah tahap di mana masyarakat didominasi oleh perang saudara dan pembalasan dendam, dimana dibangun “komposisi bagi hasrat pembalasan dendam”.
  2. Tahap kedua adalah tahap ‘hukum yang keras” (strict law); formal; aturan-aturan yang tidak fleksibel; bertujuan semata-mata untuk mewujudkan kepastian hukum.
  3. Tahap ketiga adalah tahap equity dan good conscience; logis; lebih dari pada sekadar keterikatan pada kata-kata undang-undang.
  4. Tahap keempat adalah perkawinan tahap kedua dan ketiga. Pada tahap ini , konsep-konsep hukum didominasi oleh equality dan security.
  5. Tahap kelima merupakan tahap sosialisasi hukum, dimana didominasi oleh kepentingan-kepentingan umum.
Akhirnya Roscoe Pound mengajak para kalangan hukum:
  1. Let us look to the facts of human conduct in the face;
  2. Let us look to economics and sociology and philosophy and cease to assume that jurisprudence is self-sufficient, dan
  3. Let us not become legal monks.  
Referensi: 
Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia.

Senin, 14 Januari 2013

Keadilan Sosial di Indonesia

Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Aristoteles telah menulis secara luas tentang keadilan. Ia menyatakan bahwa keadilan adalah kebijakan yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia. Lebih lanjut, Aristoteles dalam tulisannya Retorica membedakan keadilan dalam dua macam yaitu keadilan distributif (justitia distributiva) sebagai keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing, serta keadilan komulatif (justitia cummulativa) sebagai keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa memperdulikan jasa masing-masing. Keadilan komulatif ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela atau pun tidak.[1]

Selain Aristoteles, Thomas Aquinas juga telah menjabarkan keadilan dengan membedakannya dalam dua kelompok yaitu keadilan umum (justitia generalis) dan keadilan khusus (justitia specialis). Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus ditunaikan demi kepentingan umum, sedangkan keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsional. Keadilan khusus kemudian dijabarkan dalam tiga bentuk, yaitu:[2]
  1. Keadilan distributif (justitia distributiva) adalah keadilan yang secara proporsional yang diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum;
  2. Keadilan komutatif (justitia commutativa) adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dengan kontraprestasi.
  3. Keadilan vindikatif (justitia vindicativa) adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang akan dianggap adil apabila dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.
Ibnu Taymiyyah juga memberikan pandangan tentang keadilan, bahwa keadilan adalah memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang harus diperolehnya tanpa diminta, tidak berat sebelah atau tidak memihak kepada salah satu pihak, mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi pilar bagi berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga, maupun masyarakat. Keadilan ini tidak hanya menjadi harapan setiap insan/manusia, akan tetapi kitab suci umat Islam (Al Quran) menjadikan keadilan sebagai tujuan risalah samawi.

Keadilan merupakan masalah penting dan mendesak untuk dipahami dalam kehidupan manusia, baik dalam lingkup bermasyarakat, bernegara, maupun hubungan internasional. Ungkapan ini telah lama disuarakan oleh John Rawls yang dipandang sebagai teori keadilan paling komprehensif hingga kini. Teori Rawls sendiri berangkat dari pemahaman/pemikiran utilitarianisme[3], sehingga banyak mempengaruhi pemikiran Jeremy Bentham, J.S. Mill, dan Hume yang dikenal sebagai tokoh-tokoh utilitarinisme. Sekalipun, John Rawls sendiri lebih sering dimasukkan dalam kelompok penganut Realisme Hukum[4].

Begitu pentingnya nilai keadilan dalam masyarakat menuntut agar nilai-nilai tersebut dapat diwujudkan serta hidup terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam ukuran negara. masing-masing memiliki teori keadilannya sendiri yang mungkin saja berbeda satu dengan yang lainnya, dan tidak terkecuali Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pancasila sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa di antara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan bernegara menunjukkan hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka. Konsekuensi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah membuka ruang membentuk kesepakatan masyarakat bagaimana mencapai cita-cita dan nilai-nilai dasar tersebut. Kesepakatan tersebut adalah kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basic of goverment) dan kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).[5]

Pancasila merupakan dasar negara dan landasan ideologi Indonesia. Dalam penerapan keadilan di Indonesia, Pancasila sangat berperan penting sebagai dasar keadilan sebagaimana disebutkan pada sila ke-2 dan sila ke-5. Sila ke-2 yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung delapan makna, yaitu:[6]
  1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
  2. Saling mencintai sesama manusia.
  3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
  4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
  5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
  6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung sebelas makna, yaitu:[7]
  1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
  2. Bersikap adil.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak-hak orang lain.
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
  6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak bergaya hidup mewah.
  8. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
  9. Suka bekerja keras.
  10. Menghargai hasil karya orang lain.
  11. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila yang kemudian dicabut dengan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 butir-butir dari prinsip keadilan juga telah diungkapkan secara jelas, termasuk yang dikemukakan oleh John Rawls. Selanjutnya, pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, secara tegas juga disebutkan komitmen bangsa Indonesia tehadao keadilan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan keadilan menurut bangsa Indonesia adalah “Keadilan Sosial”.

Menurut Notohamidjojo[8], keadilan sosial menuntut supaya manusia hidup dengan layak dalam masyarakat. Masing-masing harus diberi kesempatan menurut menselijke waardigheid (kepatutan kemanusiaan). Pembangunan dan pelaksanaan pembangunan tidak hanya perlu mengandalkan dan mewujudkan keadilan, melainkan juga kepatutan. Istilah kepatutan kemanusiaan dapat pula disebut dengan kepatutan yang wajar atau proporsional.

Keadilan sangat berkaitan erat dengan hak. Hanya saja dalam teorisi keadilan bangsa Indonesia, hak tidak dapat dipisahkan dengan pasangan anatominya yaitu kewajiban. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab dengan tegas mengamanatkan keserasian antara hak dan kewajiban sebagai manusia yang hidup bermasyarakat. Keadilan hanya akan tegak dalam masyarakat yang beradab atau sebaliknya dan hanya masyarakat beradab yang dapat menghargai keadilan.

Keserasian hak dan kewajiban menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk berdimensi monodualistis yaitu sebagai makhluk individual dan makhluk sosial (kolektif). Pengertian adil bagi bangsa Indonesia pun tidak serta merta mengarah kepada suatu maksimum penggunaan barang bagi suatu komunitas (average utility, dihitung per kapita) menurut utilitarianisme atau ke arah suatu maksimum penggunaan barang secara merata dengan tetap memperhatikan kepribadian tiap-tiap orang menurut teori keadilan dari John Rawls. Sesuai dengan keseimbangan hak dan kewajiban, maka keadilan dengan demikian menuntut keserasian antara nilai spiritualisme dan materialisme, individualisme dan kolektivisme, pragmatisme dan voluntarisme, acsetisisme dan hedonisme, empirisme dan intuisionisme, rasionalisme dan romantisme.[9]

Pengertian keadilan sosial jauh lebih luas dibandingkan keadilan hukum. Keadilan sosial bukan sekadar berbicara tentang keadilan dalam arti tegaknya peraturan perundang-undangan atau hukum, namun berbicara lebih luas tentang hak warga negara dalam sebuah negara. Keadilan sosial adalah keadaan dalam mana kekayaan dan sumberdaya suatu negara didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat. Dalam teori ini, terkandung makna bahwa pemerintah dibentuk oleh rakyat untuk melayani kebutuhan seluruh rakyat dan pemerintah yang tidak memenuhi kesejahteraan warga negaranya adalah pemerintah yang tidak berlaku adil.

Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materil maupun spiritual. Hal ini berarti keadilan itu tidak hanya berlaku bagi orang kaya saja, tetapi berlaku pula bagi orang miskin, bukan hanya untuk para pejabat, tetapi untuk rakyat biasa pula, dengan kata lain seluruh rakyat Indonesia baik yang berada di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun bagi Warga Negara Indonesia yang berada di negara lain. [10]

Dalam konteks pembangunan Indonesia, keadilan inipun tidak bersifat sektoral, tetapi meliputi semua lapangan, baik dalam ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Hanya dengan demikian akan dapat dipenuhi tujuan nasional yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.


[1] Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum, Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 367-368.
[3] Ibid.
[4] Notohamidjojo, Kata Pengantar Rahasia Hukum, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1973, hlm. 167.
[5] Ahmad Zaenal Fanani, Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2010, hlm. 5.
[6] Wikipedia. 2012. Keadilan Sosial. http://id.wikipedia.org/wiki/Keadilan_sosial

[7] Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 156-157.
[8] Ibid,.
[9] Utilitarianisme merupakan suatu aliran pemikiran hukum yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).
[10] Realisme Hukum merupakan aliran pemikiran hukum yang melihat hukum sebagai hasil dari kekuatan sosial dan alat kontrol sosial.